Jogja itu unik, Jogja itu asyik..saya rasa semua yang pernah merasakan atmosfir kehidupan kota Jogja pasti akan menyetujuinya. Tempat di mana hal-hal modern bisa berdampingan dengan yang tradisional, teori dan praktik bermasyarakat bisa berbarengan dilakukan. Ya, itulah Jogja gambaran miniaturnya Indonesia, segala perbedaan dan keberagaman menyatu di dalamnya.
Mungkin belum banyak yang tahu, nama Yogyakarta berasal dari nama sebuah kerajaan yang ada dalam epos Ramayana yaitu Ayodya, sebuah kerajaan tempat tokoh Sri Rama dilahirkan. Nama itu dipilih karena Pangeran Mangkubumi sang pendiri Kesultanan Yogyakarta yang nantinya bergelar Hamengkubuwono I memiliki pembawaan yang tenang dan memiliki keahlian dalam berperang seperti Sri Rama yang sering disebut sebagai titisan Dewa Wisnu.
Karena dianggap memiliki kemiripan dengan Sri Rama, maka akkhirnya dipilihlah nama Ayodya sebagai nama kerajaan baru yang hendak didirikan oleh Pangeran Mangkubumi itu. Penambahan kata karta dibelakang nama Ayodya yang berarti baik mempunyai maksud agar negara Ayodya tersebut dibangun dengan tujuan membawa kebaikan untuk semua. Dan dalam perkembangannya, Ayodyakarta ini berubah menjadi Ngayogyakarta, dan saat ini dikenal sebagai Yogyakarta atau Jogjakarta yang sering disingkat dengan Jogja.
Karena dianggap memiliki kemiripan dengan Sri Rama, maka akkhirnya dipilihlah nama Ayodya sebagai nama kerajaan baru yang hendak didirikan oleh Pangeran Mangkubumi itu. Penambahan kata karta dibelakang nama Ayodya yang berarti baik mempunyai maksud agar negara Ayodya tersebut dibangun dengan tujuan membawa kebaikan untuk semua. Dan dalam perkembangannya, Ayodyakarta ini berubah menjadi Ngayogyakarta, dan saat ini dikenal sebagai Yogyakarta atau Jogjakarta yang sering disingkat dengan Jogja.
Sebagai bekas sebuah kerajaan, sudah pasti banyak peninggalan baik berupa adat istiadat maupun bangunan yang ada di kota Jogja yang masih bisa dinikmati, dirasakan dan terjaga sampai sekarang. Semuanya merupakan satu kesatuan Jogja Heritage yang terus dijaga kelestariannya dan menjadi salah satu alasan keistimewaan kota Jogja.
Ya, wisata sejarah merupakan salah satu yang menjadi magnet daya tarik kota Jogja, wisata murah namun penuh makna.
Situs Warung Boto
Seperti hari ini, saya berencana mengunjungi salah satu peninggalan bersejarah yang berdasar informasi media, saat ini mulai banyak dilirik yakni petilasan Istana Air Warungboto.
Padahal dulunya kondisi situs ini memprihatinkan dan hampir dilupakan. Apalagi posisinya yang berseberangan dengan pemakaman, semakin membuat situs tersebut tersisih dan jarang dikunjungi. Bangunan yang merupakan sebuah pesanggrahan atau tempat peristirahatan itu dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono II. Terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbul Harjo Jogjakarta.
Padahal dulunya kondisi situs ini memprihatinkan dan hampir dilupakan. Apalagi posisinya yang berseberangan dengan pemakaman, semakin membuat situs tersebut tersisih dan jarang dikunjungi. Bangunan yang merupakan sebuah pesanggrahan atau tempat peristirahatan itu dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono II. Terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbul Harjo Jogjakarta.
Sultan Hamengkubuwono II adalah raja di Kasultanan Yogyakarta yang memerintah antara tahun 1792 -1828, yang memiliki kebijakan antikolonial dan bertujuan untuk menjadikan kesultanan Yogyakarta sebagai suatu kerajaan yang besar, berwibawa dan disegani oleh pihak lain termasuk oleh bangsa Eropa. Pada awal pemerintahannya banyak didirikan bangunan dan infrastruktur untuk pertahanan dan pemerintahan.
Kembali ke situs Warungboto, keberadaan pesanggrahan tersebut dijelaskan dalam sebuah tembang macapat atau serat rerenggan yang berkisah tentang Sultan Hamengkubuwono II yang banyak membangun tempat peristirahatan diantaranya adalah pesanggrahan Rejo Winangun, yang saat ini dikenal dengan nama situs Warungboto.
Berdasar sumber yang saya baca, fungsi utama dari pesanggrahan adalah untuk tempat peristirahatan keluarga kerajaan sehingga seperti umumnya pesanggrahan bangunan ini terdiri dari taman, segaran, kolam, dan kebun.
Berbeda dengan Tamansari yang lebih terawat dan lebih banyak pengunjung, situs Warungboto memang lama terbengkalai dan kurang populer. Padahal dari sisi usia, keberadaan Tamansari dan pesanggrahan Warungboto ini hampir bersamaan, malah Tamansari umurnya lebih tua dibandingkan pesanggrahan Rejo Winangun karena dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono I. Hal ini mungkin disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya karena posisi situs Warungboto yang letaknya jauh dari pusat kerajaan atau keraton serta saking banyaknya jumlah situs yang ditemukan sementara anggaran untuk mengelolanya terbatas. Sehingga tidak semua situs bisa tertangani dengan baik.
Beruntung mulai bulan Mei 2016 lalu, dengan memanfaatkan Danais (Dana Keistimewaan), mulai dilakukan renovasi terhadap situs Warungboto oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY. Renovasi diharapkan selesai bulan Desember 2016.
Saat mengunjungi situs Warungboto, sengaja saya mengajak keluarga, sekalian mengenalkan sejarah dengan cara yang berbeda kepada junior saya. Sering terdapat anggapan kalau mempelajari sejarah itu membosankan. Padahal sejarah itu bisa menjadi sesuatu yang mengasyikkan, tergantung bagaimana cara penyampaiannya. Salah satu cara yang mudah dan murah adalah dengan mengajak anak ke objek wisata sejarah.
Menanamkan kecintaan untuk belajar sejarah menurut saya perlu dilakukan mengingat sejarah itu sangat penting, melalui sejarahlah kita bisa belajar banyak hal, menanamkan sikap menghargai para pejuang atau pendahulu kita, menumbuhkan nasionalisme dan rasa dan bangga sebagai orang Indonesia.
Jam 15.30 wib saya sampai di situs Warungboto. Saya memilih waktu sore hari, agar tidak terlalu panas dan mencari waktu di mana situs tersebut sepi, sehingga lebih leluasa menikmati dan mengamati suasana yang ada. Berdasar informasi, situs tersebut memang belum resmi dibuka. Sehingga pengunjung bebas keluar masuk tanpa dipungut biaya.
Sampai di lokasi, kendaraan kami parkir di pinggir jalan, bersebelahan dengan penjual angkringan yang kebetulan buka. Sempat kebingungan karena tidak tahu jalan masuk menuju lokasi. Pintu gerbang yang ada di bagian depan bangunan situs tampak terkunci. Dan sekeliling bangunan diberi pagar berduri. Kami mencoba melihat berkeliling. Dari balik pagar kawat berduri, tampak beberapa anak muda dengan membawa kamera sudah ada di dalam bangunan. Kerumunan cewek berjilbab yang sepertinya anak-anak kuliahan juga terlihat sedang asyik berwefie di salah satu bagian situs. Tapi kami tidak tahu dari mana mereka masuk.
Akhirnya kami putuskan untuk mampir ke angkringan sekedar minum dan mencari informasi. Dari penjual angkringan kami dapatkan keterangan bahwa bangunan yang tampak dari pinggir jalan itu, justru merupakan bagian belakang situs. Gerbang depan dari situs justru berada di sebaliknya. Kalau mau memasuki situs bangunan, kami harus memutar melalui jalan kecil di sebelah utara makam yang bersebelahan dengan situs. Dari jalan kecil tersebut di sebelah sisi kanan jalan terlihat semacam pintu masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat penyimpanan kayu bakar yang di sampingnya terdapat pintu keluar yang merupakan jalan pintas menuju ke dalam situs Warungboto.
Ternyata lumayan luas juga situs ini. Ada 2 bangunan di bekas istana Warungboto itu. Yakni bangunan di sisi barat dan bangunan di sisi timur.
Untuk bangunan di sisi barat, terdapat pintu gerbang berupa undak-undakan besar yang menghubungkan ke dalam sebuah ruangan besar di lantai 1. Ruangan tersebut tampaknya merupakan bagian paling bagus dari bangunan sebelah barat ini, dan menjadi spot favorit dari para pengunjung. Hampir semua pengunjung antre untuk dapat mengambil gambar di sana.
Untuk bangunan di sisi barat, terdapat pintu gerbang berupa undak-undakan besar yang menghubungkan ke dalam sebuah ruangan besar di lantai 1. Ruangan tersebut tampaknya merupakan bagian paling bagus dari bangunan sebelah barat ini, dan menjadi spot favorit dari para pengunjung. Hampir semua pengunjung antre untuk dapat mengambil gambar di sana.
Di dalam ruangan tersebut terdapat dua buah kolam, satu berbentuk lingkaran berdiameter 4,5 meter yang dilengkapi sumber mata air yang dulunya airnya memancar seperti air mancur (tuk umbul) dan kolam kedua berbentuk segi empat berukuran 10 meter x 4 meter. Kedua kolam saling berhubungan dengan kolam berbentuk lingkaran tadi berfungsi sebagai mata airnya.
Di samping kanan dan kiri kolam, terdapat sebuah tangga sempit menuju ke sebuah ruangan di lantai 2 yang berbentuk seperti bujur sangkar. Dari atas ruangan ini kita bisa melihat suasana sekitar pesanggrahan. Di dalam ruangan di lantai 2 tersebut terdapat tangga sempit menuju ke lantai 1, menuju ke arah kolam.
Seorang kawan yang rumahnya di seputaran Jalan Veteran pernah bercerita, di tahun 1990-an ketika kecil sehabis bermain sepeda di sore hari, sering mampir ke kolam itu untuk mandi dan berenang. Dapat dibayangkan di waktu tersebut mata air (tuk umbul) di kolam tersebut mengalir deras, tidak seperti sekarang yang kering kerontang tergerus pembangunan rumah-rumah di sekeliling bekas pesanggrahan.
Seorang kawan yang rumahnya di seputaran Jalan Veteran pernah bercerita, di tahun 1990-an ketika kecil sehabis bermain sepeda di sore hari, sering mampir ke kolam itu untuk mandi dan berenang. Dapat dibayangkan di waktu tersebut mata air (tuk umbul) di kolam tersebut mengalir deras, tidak seperti sekarang yang kering kerontang tergerus pembangunan rumah-rumah di sekeliling bekas pesanggrahan.
Kondisi Pesanggrahan Warungboto, tahun 1939 dan 2015 |
Cukup unik struktur bangunan dari situs Warungboto ini. Banyak terdapat lorong-lorong dan tangga-tangga sempit berliku. Sepintas mengingatkan kita kepada interior istana air Tamansari.
Sementara untuk bangunan yang berada di sisi timur saat ini baru dalam proses renovasi sehingga belum bisa dikunjungi.
Bangunan sisi timur situs Warungboto yang masih direnovasi |
Meskipun masih dalam proses renovasi, animo masyarakat untuk mengunjungi situs ini terlihat cukup bagus. Ketika kami tadi sampai di lokasi, ada sekitar lebih dari 20 orang sedang menikmati keindahan situs Warungboto.
Kebanyakan dari mereka menikmati keindahan situs sambil berselfie atau berwefie. Dan bukan tidak mungkin setelah renovasi selesai, tempat ini menjadi primadona baru untuk didatangi, terutama bagi yang suka berfoto dengan spot-spot unik, termasuk juga untuk pengambilan foto prewedding. Apalagi rencananya aliran air kolam akan dihidupkan kembali, dapat dibayangkan nanti keelokan situs Warungboto setelah selesai berbenah diri. Mudah-mudahan nantinya setelah mengunjungi situs Warungboto, tidak hanya foto-foto bagus yang bisa dibawa pulang, namun lebih dari itu para pengunjung juga paham dengan latar belakang dan sejarah situs sehingga menumbuhkan rasa bangga dan kecintaan mereka terhadap nusantara dan kesadaran untuk turut menjaga dan melestarikannya.
Kebanyakan dari mereka menikmati keindahan situs sambil berselfie atau berwefie. Dan bukan tidak mungkin setelah renovasi selesai, tempat ini menjadi primadona baru untuk didatangi, terutama bagi yang suka berfoto dengan spot-spot unik, termasuk juga untuk pengambilan foto prewedding. Apalagi rencananya aliran air kolam akan dihidupkan kembali, dapat dibayangkan nanti keelokan situs Warungboto setelah selesai berbenah diri. Mudah-mudahan nantinya setelah mengunjungi situs Warungboto, tidak hanya foto-foto bagus yang bisa dibawa pulang, namun lebih dari itu para pengunjung juga paham dengan latar belakang dan sejarah situs sehingga menumbuhkan rasa bangga dan kecintaan mereka terhadap nusantara dan kesadaran untuk turut menjaga dan melestarikannya.
Jangan sampai hanya karena ingin mendapat foto yang keren, pengunjung melakukan hal-hal yang dapat merusak situs. Ingat, situs Warungboto adalah bagian dari Jogja Heritage, #heritageku, #heritagemu, #heritage kita semua, yang harus terus dipelihara dan dijaga..
Referensi :
- Diko Som (5 April 2009) "Asal-Usul Nama Yogyakarta". www.didikdwia.blogspot.co.id
- Erwin Kusuma (1 Februari 2011) "Sultan Hamengkubuwono II Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa". www.kusumanugraha.blogspot.co.id
- Ferryardianto (2 Maret 2016) "Pesanggrahan Era Hamengkubuwono II". www.kebudayaan.kemendikbud.go.id
- Gilang Giwana/Jibi (19 Mei 2016) "Bangunan Cagar Budaya : Pesanggrahan HB II dipugar, situs Warungboto "Dihidupkan" Kembali". www.harianjogja.com
- Mim (31 Agustus 2016) "Megahnya Situs Warungboto yang Dahulu Menjadi Lokasi Peristirahatan Keluarga Kerajaan". www.jogja.tribunnews.com
- Soni S.J (1 Februari 2015) "Berita Foto : Situs Warungboto, Kalau ke Jogja Jangan Lupa Berkunjung ke Sini". www.sorotjogja.com
Catatan :
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blogger #Jogjaheritage Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016
wahhh baru tau ada situs warung boto,, aku taunya cuma candi ratu boko aja :P
BalasHapusIya..mmg kurang populer..tp sekarang sdh mulai byk yg datang untuk foto2 selfie.. ada lg mbak yang unik,,dekat sama candi ratu boko, namanya tebing breksi. Kalau pas ke jogja mampirlah...pasti.terkesan...
Hapusini baru lagi ya kak..mirip taman sari y
BalasHapusSebenarnya nggak baru, cuma lama tidak terurus dan lokasinya yang kurang terlihat. Di dekat makam. Padahal di tepi jalan besar juga. Semoga tahun depan sudah semakin cantik dan menambah daftar tempat yang wajib dikunjungi kalau di jogja. Iya..seperti miniatur taman sari memang..monggo kalau pas ke jogja di sempatkan mampir...:)
BalasHapuswaaah aku baru tau nih ada situs ini, mesti balik wisata ke jogja nih :)
BalasHapus