suarakan kusta lewat udara (desain by canva) |
Dari literasi yang saya baca, kusta memang bisa menyebabkan kerusakan pada lapisan bagian dalam atau membran mukosa hidung. Kondisi ini dapat mengakibatkan hidung tersumbat dan mimisan kronis. Jika tidak segera diobati, septum atau tulang rawan pada bagian ujung hidung akan mengalami pengikisan dan rentan hancur.
Di luar itu, Pak Y sangat mandiri dan mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari dengan lancar tanpa bantuan siapapun. Kami tetangga-tetangganya juga bersikap biasa saja terhadap Pak Y. Bahkan sering minta bantuan untuk mengantar ke pasar. Karena kebetulan Pak Y ini seorang kusir andong.
Mungkin waktu itu orang-orang di kampung saya sudah diberi pemahaman kalau orang yang sudah sembuh dari kusta tidak lagi dapat menularkan penyakitnya. Dan kebetulan di desa saya juga tidak ada penderita kusta lainnya.
Sayangnya pemahaman bahwa penyakit kusta ini tidak mudah menular dan bisa disembuhkan belum merata. Masih banyak stigma yang terjadi di masyarakat yang menganggap penyakit ini sebagai penyakit kutukan. Penyakit yang mudah menular lewat sentuhan, dan tidak dapat disembuhkan.
Akibatnya penderita kusta dijauhi dan dikucilkan. Stigma ini tentu saja memperparah keadaan. Selain terampas hak-hak dasarnya, penderita kusta menjadi minder dan rendah diri. Sehingga cenderung menutup diri, dan membuat penyakitnya tambah parah karena tidak diobati.
Stigma ini juga membuat angka kecacatan akibat kusta semakin tinggi. Karena orang yang mengalami tanda-tanda terkena kusta malu untuk mengakui. Dan enggan memeriksakan diri.
Padahal jika dibiarkan, penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan (deformitas), karena bagian tubuh yang terserang mengalami mutilasi. Kecacatan ini bisa dicegah jika penderita cepat mendapatkan pengobatan dan penanganan yang memadai.
Inilah yang menimbulkan keprihatian. Apalagi angka kejadian penyakit kusta di Indonesia untuk beberapa daerah terutama di luar Pulau Jawa masih tergolong tinggi.
Diskusi Publik KBR dan NLR Indonesia, gaung kusta di udara (sumber : KBR Indonesia) |
Ruang publik KBR yang disiarkan pada hari Senin, 13 September 2021 lalu melalui 100 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua, dan 104.2 MSTri FM Jakarta, yang juga bisa diikuti melalui live streaming youtube Berita KBR telah membahasnya.
Lewat diskusi yang mengambil tema "Gaung Kusta di Udara" dengan menghadirkan pembicara dr. Febrina Sugianto - Junior Technical Advisor NLR Indonesia dan Malika - Manager Program & Podcast KBR, dengan host Rizal Wijaya. Tema ini sengaja dipilih untuk memperingati Hari Radio Nasional yang jatuh setiap tanggal 11 September. Apa saja isinya? Berikut saya rangkumkan untuk teman-teman semua.
Fakta Tentang Penyakit Kusta
Host dan nara sumber Ruang Publik KBR (sumber : tangkan layar youtube KBR) |
Saat ini Indonesia masih berada di peringkat 3 besar sebagai negara dengan angka kejadian kusta yang masih tinggi. Lebih jauh dr. Febrina mengungkapkan, "Ada 26 propinsi di Indonesia yang berhasil mencapai eliminasi kusta. Namun masih ada 8 propinsi yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat yang angka kejadian kustanya masih tinggi"
Dari angka kejadian kusta yang ada, kasus yang terjadi pada anak-anak masih tinggi. Yakni di tahun 2019 sebesar 11% dan di tahun 2020 sebesar 10%. Beberapa faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kejadian kusta di 8 propinsi di Indonesia adalah :
2. Adanya stigma, dan ini yang menjadi persoalan utama. Stigma ini terjadi akibat kurang pahamnya masyarakat luas tentang penyakit kusta.
Sehingga menyebabkan penderita kusta maupun yang pernah mengalaminya dijauhi dan dikucilkan. Akibatnya penderita kusta dan OYPMK merasa sendiri, rendah diri, hilang semangat, dan menarik diri.
Inilah PR besar yang harus diselesaikan. Menghentikan stigma kepada penderita kusta dan OYPMK. Dengan edukasi tentang seluk beluk kusta yang sebenarnya.
dr. Febrina Sugianto, wakil dari NLR Indonesia (sumber : tangkapan layar Youtube KBR) |
Jenis Kusta
Sedangkan kusta multibasiler (MB) memiliki jumlah bakteri yang lebih banyak sehingga dapat menular meskipun tidak mudah. Kusta jenis ini banyak dijumpai di Indonesia. Jumlah lesi pada kusta ini lebih dari 5, dengan penyebaran simetris. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan fungsi syaraf dan kecacatan. Pengobatan kusta jenis MB membutuhkan waktu hingga 12 bulan.
Penularan Kusta
Pada penderita kusta yang telah melakukan pengobatan yakni dengan meminum MDP (Multi Drug Therapy) setelah 72 jam risiko untuk menulari turun menjadi 20% saja.
Fakta-fakta inilah yang harus digaungkan, bahwa kusta bukan kutukan, bukan penyakit yang mudah menular, dan bisa disembuhkan. Pasien atau orang yang pernah mengalami kusta tidak perlu dijauhi atau dikucilkan.
Justru harus diberi semangat agar mau berobat, dan bisa pulih serta sehat lagi. Pengobatan kusta bisa dilakukan secara gratis melalui puskesmas-puskesmas yang terdapat di setiap wilayah.
Program NLR Indonesia
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mencegah diskriminasi dan stigma adalah melalui solialisasi dan edukasi tentang kusta lewat berbagai media. Salah satunya melalui kerjasama dengan KBR.
Peran KBR dalam Edukasi Kusta
Malika, Manager Program dan Podcast KBR (sumber : tangkapan layar youtube KBR) |
Lebih jauh Malika menambahkan, ketidaktahuan masyarakat tentang kusta menimbulkan anggapan keliru tentang kusta yang dapat merugikan penderita kusta dan OYPMK. Seperti penderita menjadi dikucilkan, tidak punya semangat karena merasa penyakitnya tidak dapat disembuhkan, dan.menjadi rendah diri karena terkena penyakit kutukan.
Oleh karena itu seperti media lainnya, radio juga dapat berperan untuk mengedukasi masyarakat dan mempengaruhi proses kebijakan publik. Terutama ikut menyuarakan dalam kaitannya dengan upaya pemenuhan hak penderita kusta dan OYPMK agar dapat mandiri dalam hidupnya.
Di KBR sendiri informasi dan edukasi tentang kusta juga disiarkan melalui podcast KBR di kbrprime.id melalui program "SUKA" (Suara Indonesia Bebas Kusta) sehingga dapat diakses siapa saja dan kapan saja.
Dalam menyusun berita dan informasi mengenai kusta, KBR senantiasa berpegang pada kode etik jurnalistik. Dan selalu berdiskusi dengan NLR Indonesia agar informasi tentang kusta yang disampaikan sudah sesuai dan bisa diterima, baik oleh masyarakat luas maupun bagi penderita kusta dan OYPMK.
Harapannya, dengan edukasi yang masif, stigma bagi penderita kusta dan OYPMK dapat hilang. Sehingga terwujud inklusi menuju Indonesia bebas kusta. Mudah-mudahan melalui informasi ini banyak masyarakat yang bisa tercerahkan dan lebih objektif dalam memandang penderita kusta dan OYPMK. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca...
Posting Komentar
Posting Komentar