aturan PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan (sumber gambar : freepik dan canva) |
Saat ini angka kasus Covid-19 di tanah air menunjukkan penurunan. Jumlah masyarakat yang divaksin juga semakin banyak. Kegiatan Pembelajaran Tatap Muka di sekolah-sekolah secara bertahap juga sudah dilakukan. Meskipun tetap dengan aturan pembatasan dan syarat penerapan protokol kesehatan.
Kondisi yang membaik ini tentu saja wajib disyukuri. Setelah hampir 2 tahun semua seolah seperti mati suri, geliat kegiatan ekonomi pun sudah mulai terlihat lagi. Pemerintah juga telah memperbarui beberapa aturan terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), termasuk aturan bagi pelaku perjalanan.
Kebijakan ini berlaku untuk perjalanan darat, laut dan udara berdasarkan Surat Edaran Satgas Covid-19 no 22 tahun 2021 yang mulai berlaku sejak 2 November hingga batas waktu yang ditentukan. Syarat perjalanan di masa pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh banyak aspek sehingga kerap berubah. Hal ini membuat bingung pelaku perjalanan dan menimbulkan sejumlah keluhan. Lalu apa sebaiknya yang harus kita lakukan?
Untuk menjawabnya KBR bersama Palang Merah Indonesia didukung IFRC telah membahasnya dalam diskusi Ruang Publik dengan tema "PCR dan Antigen Sebagai Syarat Perjalanan". Acara tersebut diselenggarakan pada hari Rabu, 10 November 2021 pukul 09.00 - 10.00 WIB melalui media zoom dan disiarkan secara live streaming via YouTube KBR, dengan dipandu Ines Nirmala.
Narasumber yang hadir dalam diskusi ini adalah dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D seorang Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dan Dicky Pelupessy, PhD Kolaborator Ilmuwan Lapor Covid 19 dan Ketua Lab Intervensi Krisis Lab FPsikologi UI.
Narasumber dan host diskusi ruang publik KBR (sumber : Youtube KBR) |
Apa saja hasil diskusi yang didapat? Berikut saya coba rangkumkan untuk teman-teman semua.
Pentingnya Pemberlakuan Syarat Perjalanan
Mengawali diskusi, dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D menyampaikan "Aturan screening bagi pelaku perjalanan sudah dilakukan sejak tahun lalu dengan menggunakan test antibodi yang kemudian diubah menjadi test antigen"
Menurut dr. Pandu perubahan aturan sebenarnya wajar dan bisa dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi serta perkembangan wabah yang terjadi. Apalagi covid 19 ini adalah penyakit baru yang masih terus berubah dan bermutasi. Namun setiap perubahan yang dilakukan harus bisa dipertanggungjawabkan secara logis dan dibuat untuk kepentingan publik.
Baru-baru ini keluar aturan mengenai syarat perjalanan yang menghebohkan. Di mana bagi pelaku perjalanan wajib melakukan test antigen dan PCR. Ini berlaku bagi semua pelaku perjalanan termasuk yang sudah melakukan vaksinasi lengkap. Padahal seharusnya jika tujuannya adalah screening, tes antigen saja sudah cukup.
dr. Pandu Riono, MPH, PhD Epidemiolog dari Fak KesMas UI (sumber : Youtube KBR) |
Tes PCR digunakan untuk penegakan diagnosa, dan harganya juga tidak murah. Inilah kemudian yang menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengenai tujuan dari aturan yang sesungguhnya. Seharusnya PCR diwajibkan bagi yang belum vaksin atau sudah vaksin tapi belum lengkap. Sehingga aturan ini bisa menjadi motivasi masyarakat untuk segera melakukan vaksinasi.
Untungnya aturan tersebut sekarang sudah diubah. Peraturan baru hanya mewajibkan PCR bagi yang belum melakukan vaksin atau baru memperoleh vaksinasi dosis pertama. Sedangkan bagi yang sudah vaksinasi lengkap, cukup tes antigen saja.
Persoalan lain yang juga disorot oleh dr. Pandu adalah tentang kewenangan mengeluarkan aturan. Seharusnya untuk ketentuan mengenai screening bagi para pelaku perjalanan, ini menjadi tugas Kementerian Kesehatan bukan Kementerian Perhubungan.
Karena memang Kemenkes yang lebih paham. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi di pemerintahan. Dan ini harus segera dilakukan pembenahan agar tidak timbul polemik berkepanjangan di masyarat.
Menanggapi tentang aturan yang selalu berubah, Dicky Pelupessy, PhD dari Lapor Covid mengatakan, "Saat ini memang perlu aturan untuk pengendalian terhadap penularan Covid 19 secara efektif. Tetapi jangan yang memberatkan masyarakat apalagi tanpa disertai alasan yang masuk akal."
Lebih lanjut Pak Dicky menyampaikan, tes PCR digunakan untuk penegakan diagnosa. Sedangkan antigen untuk screening. Sehingga jika tujuan dari aturan adalah screening, maka penggunaan antigen lebih tepat.
Oleh karena itu memang perlu untuk menentukan departemen mana yang mempunyai otoritas atau kewenangan mengeluarkan aturan agar tidak membingungkan masyarakat. Karena keputusan yang berubah-ubah dapat mempengaruhi psikologi masyarakat. Yang menyebabkan mistrust dan distrust terhadap pemerintah. Yang dapat mengakibatkan masyarakat menjadi tidak peduli dan abai dengan aturan yang diterapkan.
Padahal tujuan sebenarnya dari pengendalian penularan covid 19 adalah untuk memotivasi masyarakat untuk mau vaksinasi dan patuh terhadap protokol kesehatan. Jadi kebijakan yang dibuat hendaknya harus bisa dipahami dan tidak membingungkan masyarakat.
Dicky Pelupessy, PhD dari Lapor Covid (sumber : YouTube KBR) |
Menurut Pak Dicky, masalah komunikasi tampaknya memang menjadi persoalan di pemerintahan saat ini. Di mana kebijakan sering berubah tapi tidak dijelaskan secara transparan kepada masyarakat. Padahal untuk setiap kebijakan publik yang dibuat, komunikasi sangat penting dilakukan. Agar semua bisa tepat sasaran.
Sedangkan dr. Pandu memaparkan beberapa hal terkait dengan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah agar pas dan tepat. Yakni :
- Setiap pejabat mulai dari daerah hingga pusat harus bebas konflik kepentingan. Sehingga keputusan yang diambil dapat objektif. Itulah sebabnya setiap pejabat publik harus punya integritas yang baik. Dengan demikian masyarakat akan percaya bahwa kebijakan yang diambil sudah tepat dan untuk kepentingan masyarakat.
- Dalam setiap keputusan yang diambil harus ada opsi pilihan yang bisa dipilih. Misal untuk test screening harus ada pilihan opsi test yang bisa dilakukan.
- Untuk penentuan harga tes, harus ada keterbukaan mengenai komponen biaya dan ada aturan mengenai harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Saran Kepada Masyarakat
Mengenai keputusan pemerintah terkait kebijakan pengendalian Covid 19 termasuk tentang syarat perjalanan yang sering berubah, berikut pendapat dan saran dari Bapak Dicky :
- Masyarakat harus tetap open untuk mau menerima informasi terkait perkembangan covid 19 dan upaya penanganannya.
- Pandemi belum berakhir, dan masyarakat menjadi target utama dan penentu keberhasilan dalam upaya penanganan pandemi. Sehingga aturan untuk taat prokes dan vaksinasi harus diikuti.
- Aplikasi peduli lindungi penting untuk memudahkan tracking yang dilakukan pemerintah terhadap penularan covid 19. Sehingga masyarakat harus mendukung dan down load aplikasi ini.
- Tetap menjaga kepercayaan kepada pemerintah sebagai penanggung jawab kebijakan pengendalian pandemi.
Penutup
Sebagai penutup diskusi kedua nara sumber memberikan closing statement yang perlu kita simak dan garis bawahi. Menurut Pak Dicky keberhasilan penanggulangan Covid 19 perlu kerjasama 2 pihak antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga untuk masyarakat yang aktif melakukan perjalanan wajib untuk vaksin lengkap, taat prokes dan melakukan test antigen.
Sedangkan dr. Pandu menyampaikan, Indonesia bisa mengatasi pandemi. Buktinya saat ini penularan Covid 19 bisa kita kendalikan. Berarti kebijakan dan upaya yang dilakukan pemerintah terbukti hasilnya. Namun untuk mempertahankannya butuh kerja keras bersama, baik pemerintah maupun masyarakat. Sehingga :
- Pemerintah jangan anti kritik maupun defensif ketika ada kebijakannya yang dikritisi.
- Masyarakat juga harus berperan aktif mengatasi pandemi dengan taat prokes dan melakukan vaksinasi. Jika hendak bepergian, ikuti prosedur test yang sudah ditetapkan.
Mudah-mudahan ke depan kondisi pandemi semakin terkendali, dan gelombang ke-3 yang banyak dikhawatirkan tidak terjadi. Aamiin... Semoga informasi saya ini bermanfaat ya, salam sehat selalu.
Posting Komentar
Posting Komentar