para pemimpin dan karyawan Percetakan Kanisius tahun 1930-an (sumber : Kanisius*) |
Sebagai sebuah percetakan, Kanisius memiliki perjalanan yang panjang. Lahir dengan nama Canisius Drukkerij pada tanggal 26 Januari 1922, atas inisiatif Superior Misi Serikat Yesus (SJ) waktu itu, Pater J. Hoeberechts, SJ. Kemudian berubah menjadi PT Kanisius pada tahun 2014.
Perkembangan Kanisus
Sehingga di awal berdiri, percetakan Kanisius sebatas mencetak buku tulis dan buku bacaan untuk sekolah-sekolah, buku sembahyang, maupun buku liturgi untuk keperluan misi dan umat Katolik.
Namun dalam perkembangannya, mulai tahun 1934 percetakan Kanisius mulai menerima pesanan cetak dari luar. Di tahun 1937 mesin-mesin baru di Percetakan Kanisius terealisasi. Karyawan juga bertambah banyak.
perawatan mesin cetak oleh petugas (sumber : Kanisius*) |
Percetakan kanisius menjelma menjadi salah satu percetakan terbesar dan ternama. Pesanan cetakan tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan yayasan. Siapa saja bisa mencetakkan buku, majalah, dan juga koran di percetakan Kanisius.
Kesibukan di Percetakan Kanisius (sumber : Kanisius*) |
Beberapa majalah dan koran yang dicetak di percetakan Kanisius diantaranya adalah surat kabar Hidajat, harian Hidup, dan koran Patriot.
Insiden Koran Patriot
Koran Patriot adalah salah satu Koran yang dicetak oleh Percetakan Kanisus. Koran ini menjadi penyebab terjadinya insiden demonstrasi di depan kantor Percetakan Kanisius, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Hal tersebut dikarenakan Pak Atmasentana selaku Pemimpin Umum Percetakan Kanisius waktu itu, menolak untuk mencetak koran Patriot.
Menurut Pak Atmasentana, koran Patriot semakin berbau komunis. Pak Atmasentana berpandangan, meskipun isi majalah atau koran di luar tanggung jawab percetakan, namun Kanisius tetap harus memegang idealismenya. Salah satunya adalah prinsip mengimani keberadaan Tuhan.
Apalagi percetakan Kanisius sendiri didirikan untuk memperlancar kegiatan pelayanan kepada Tuhan. Oleh karena Pak Atmasentana merasa salah satu tulisan yang akan dimuat di koran Patriot tidak sesuai dengan prinsip Kanisius, maka Pak Antasentana berani mengambil keputusan dengan menolak untuk mencetak koran Patriot.
Pak Atmasentana, pemimpin umum Percetakan Kanisius tahun 1946 - 1949 (sumber : Kanisius*) |
Penolakan dari Pak Atmasentana ini berbuntut panjang. Selain terjadi demonstrasi besar-besaran di depan kantor Percetakan Kanisius, Pak Atmasentana juga memperoleh perlakuan yang tidak menyenangkan.
Pak Atmasentana disiksa oleh komunis dengan tuduhan sebagai imperialis dan pengkhianat. Hingga diarak oleh massa dari percetakan Kanisius ke Gedung Kepresidenan. Melewati kampung pecinan, Malioboro, dan gedung KNIP.
Akibat dari penolakan tersebut, Pak Atmasentana dihadapkan pada presiden Soekarno dan Badan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Kemudian masalah dibahas bersama oleh Meester Asaat, Meester Moh. Natsir, Persatuan Wartawan, Pak Atmasentana, dan wakil dari Patriot.
Hasilnya Kanisius akan terus mencetak koran Patriot sampai ada keputusan final. Jika ada hal-hal terkait tulisan dari Patriot yang tidak sejalan dengan semangat dan misi Kanisius, maka akan dibicarakan bersama dengan Persatuan Wartawan.
Sementara itu, akibat demonstrasi yang dilakukan di kantor Percetakan Kanisius, harian Hidup tidak terbit. Dan hari itu juga Dewan Pimpinan Partai Katolik Republik Indonesia bersama Pengurus Persatuan Mahasiswa Indonesia mengadakan rapat dan memprotes tindakan yang dilakukan para demonstran.
Protes tersebut kemudian dikirimkan kepada Presiden dan wakil presiden RI, Mgr. Soegijopranara SJ, Dewan Menteri, Badan Pekerja KNIP, Persatuan Wartawan, Jaksa Agung, Polisi Negara, dan surat kabar.
Mgr. A. Soegijapranata bertemu dengan Presiden Soekarno (sumber : Kanisius*) |
Kurang dari satu bulan setelah kejadian tersebut, tepatnya pada tanggal 18 September 1948, PKI pimpinan Muso melakukan pemberontakan di Madiun. Dan pasca pemberontakan PKI di Madiun, percetakan Kanisius semakin banyak memperoleh order cetakan.
Diantaranya dari Harian Djokdja pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan dari harian PNI.
suasana di percetakan Kanisius tempo dulu (sumber : Kanisius*) |
Keduanya disetujui, namun dengan perjanjian tertulis. Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pada kasus koran Patriot yang pernah terjadi.
Demikian liku-liku perjalanan dan pasang surut percetakan Kanisius pasca kemerdekaan yang perlu terus diingat. Dan menjadi penyemangat bagi Kanisius untuk terus berbenah di usianya yang kini memasuki satu abad.
catatan :
* sumber dan referensi diambil dari buku kuning : "Bersiaplah Sewaktu-Waktu Dibutuhkan", Kanisius 2003
Posting Komentar
Posting Komentar