langit bersih bebas polusi (sumber : pixabay) |
Lingkungan yang bersih dan asri menjadi dambaan semua orang. Namun sayangnya kesadaran masyarakat untuk mau menjaga dan mewujudkannya masih jauh panggang dari api.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya orang yang masuk dalam kategori masyarakat mampu, namun tetap memilih menggunakan BBM bersubsidi. Padahal BBM bersubsidi mempunyai kualitas yang rendah sehingga menimbulkan jejak emisi karbon yang tinggi, penyebab utama terjadinya polusi.
Setiap kota tentu mempunyai permasalahan sendiri-sendiri. Di DKI Jakarta permasalahan urgen yang perlu segera ditangani adalah masalah transportasi dan juga polusi. Dan kedua hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan kebijakan BBM bersubsidi.
Bicara tentang BBM bersubsidi memang menyangkut banyak aspek. Tidak hanya sosial ekonomi, tapi juga masalah lingkungan dan politik. BBM bersubsidi saat ini memang masih dibutuhkan. Hanya saja pemberiannya harus tepat sasaran.
Apalagi Kementrian Keuangan menyebutkan BBM bersubsidi saat ini lebih banyak dinikmati oleh rumah tangga mampu. Data berikut memberi gambarannya :
Pengguna pertalite banyak dikonsumsi pengguna roda 4 (sumber : Materi diskusi KBR) |
Seharusnya pertalite hanya boleh dikonsumsi oleh kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat dengan tipe dan syarat tertentu. Namun nyatanya konsumsi pertalite didominasi oleh mobil pribadi, yakni sekitar 70% dari konsumsi pertalite nasional.
Artinya BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Padahal UU Energi mengamanatkan subsidi energi ditujukan bagi masyarakat tidak mampu.
Oleh karena itu YLKI bersama KBR Indonesia memandang perlu untuk menyelenggarakan diskusi publik yang membahas tentang "Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta". Hal ini bertujuan untuk mewujudkan reformasi energi dan BBM demi mewujudkan keadilan ekonomi dan ekologis.
Dalam diskusi ini hadir para narasumber yang berkompeten di bidangnya. Diantaranya Tulus Pribadi (Ketua Pengurus Harian YLKI), Dr. Syafrin Liputo (Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta), Maompang Harahap, S.T. M.M. (Direktur Pembina Usaha Hilir Migas), Luckmi Purwandani, S.T, M.SI (Direktur Pencemaran Udara KLHK), Tri Yuswidjajanto (Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran, Kelompok Keahlian Konversi Energi ITB), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Diskusi ini dipandu oleh Rizal Wijaya selaku host dan Maulana selaku moderator. Banyak informasi dan hal menarik yang diperoleh melalui diskusi ini. Dan berikut saya sampaikan beberapa poin pentingnya.
Diskusi publik tentang pengendalian subsidi BBM (sumber : KBR) |
Permasalahan Subsidi BBM di Wilayah DKI Jakarta
Mengawali diskusi Bapak Tulus Pribadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan, YLKI sangat concern dengan isu-isu ekonomi, sosial, dan transportasi. Termasuk masalah pengendalian BBM bersubsidi.
Di wilayah DKI Jakarta masalah penyaluran BBM bersubsidi sangat penting untuk dibahas demi keamanan sosial maupun lingkungan. DKI Jakarta menjadi fokus bahasan karena beberapa alasan. Pertama Jakarta adalah barometer nasional keberhasilan sebuah peraturan, kedua penggunaan kendaraan pribadi baik roda 2 maupun roda 4 paling banyak ada di Jakarta.
Artinya dari sisi sosial ekonomi, kemungkinan terjadinya pemakaian BBM bersubsidi tidak tepat sasaran di wilayah DKI Jakarta sangatlah besar. Sedangkan dari sisi ekologi dan lingkungan, Jakarta menjadi kota terpolusi di dunia.
Terlebih di DKI Jakarta terdapat kecenderungan semakin banyak orang yang memilih menggunakan kendaraan roda dua. Hal ini mengakibatkan jangkauan pencemaran semakin luas. Karena rute kendaraan roda dua dapat lewat hingga gang-gang sempit.
Oleh karena itu YLKI merekomendasikan dilakukannya upaya untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum. Selain itu penggunaan BBM bersubsidi untuk mobil dan kendaraan pribadi harus dikendalikan.
Mobil dan kendaraan pribadi harus menggunakan BBM ramah lingkungan minimal standar Euro 2. Meskipun masih merupakan BBM Fosil, namun jejak emisinya rendah.
Pengendalian BBM bersubsidi di Jakarta menjadi penting agar kualitas udara di Jakarta semakin baik yang dapat berdampak kepada kualitas hidup masyarakat dan peningkatan keamanan transportasi udara. Karena selama ini kualitas udara di Jakarta tidak bagus, sehingga tampak selalu berkabut.
Sementara itu Bapak Maompang Harahap, S.T, M.M, Direktur Pembina Usaha Hilir Migas mengatakan langkah-langkah pengendalian agar BBM bersubsidi tepat sasaran sudah ada dalam regulasi. Saat ini yang baru dilakukan adalah pembagian penggunaan pertalite. Harapannya dengan regulasi tersebut masyarakat yang masuk dalam kategori mampu mau menggunakan bahan bakar non subsidi yang lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut Ibu Luckmi Purwandari selaku Direktur Pencemaran Udara KLHK mengatakan berdasar data, akibat kenaikan harga BBM kualitas udara di Jakarta menunjukkan perbaikan. Hal ini dilihat dari kadar emisi udara yang menurun dibandingkan periode sebelumnya.
Kondisi ini mungkin disebabkan karena kenaikan harga BBM membuat masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi umum. Atau masyarakat banyak yang beralih menggunakan BBM mahal yang mempunyai kualitas lebih baik dan lebih ramah lingkungan.
Ibu Luckmi juga mengatakan untuk "memaksa" para pengguna roda 4 menggunakan BBM non subsidi maka akan dibuat regulasi. Di mana semua kendaraan baru harus memenuhi syarat uji emisi euro 4. Dan untuk mobil yang tidak memenuhi syarat uji emisi akan dikenakan tambahan pajak pencemaran lingkungan.
Sedangkan Bapak Syafrin Liputo dari Dinas Perhubungan DKI memaparkan, pemerintah DKI berupaya untuk menekan penggunaan BBM bersubsidi dengan menyediakan layanan transportasi publik yang baik. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan layanan transportasi. Diantara melalui perbaikan servis, rute yang terintegrasi, serta jadwal dan tarif yang terjangkau.
Transportasi yang terjangkau, nyaman, dan memadai diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurai kemacetan dan polusi. Karena selama ini banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi dengan alasan kepraktisan dan kenyamanan.
Meskipun dampaknya penggunaan kendaraan pribadi justru menyumbang angka kemacetan dan juga polusi karena masih banyak yang menggunakan BBM bersubsidi. Bahkan Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet versi twitter. Dan menurut Bapak Panji dari Dislantas Polda Metro, data yang ada memang menunjukkan jumlah kendaraan yang beredar di seluruh Jakarta sangat banyak.
Jumlah total hingga Oktober 2022 sebanyak 12.965.589 unit, yang terbagi menjadi 95.235 unit kendaraan khusus, 576.889 unit kendaraan barang, 293.301 kendaraan bus, dan 2.923.407 unit kendaraan penumpang.
jumlah kendaraan di DKI Jakarta |
Tentu saja hal ini membutuhkan pemecahan yang efektif dan tepat sasaran.
Benarkah BBM Bersubsidi Lebih Hemat?
Sudah menjadi sifat pembeli, menyukai sesuatu yang harganya murah. Tidak peduli kaya atau miskin jika menyangkut sesuatu yang murah pasti banyak yang suka. Termasuk untuk masalah BBM ini. Orang memilih BBM bersubsidi karena harganya yang lebih ekonomis.
Ada bahasan menarik dari Bapak Tri Yuswidjajanto seorang pakar bahan bakar dan pembakaran dari ITB yang bagus untuk disimak. Menurut penjelasan dari Bapak Tri, kendaraan bermotor menjadi penyumbang polusi terbesar.
Bukti nyata mengenai hal ini bisa dilihat saat pandemi. Ketika orang terpaksa harus di rumah saja, kualitas udara dan lingkungan membaik, alam mencari keseimbangan dengan caranya sendiri.
Mengenai BBM bersubsidi ini, Pak Tri menjelaskan bahwa penggunaan BBM yang berkualitas akan menurunkan kebutuhan bahan bakar dari kendaraan. Akibatnya emisi yang dihasilkan rendah. Sementara untuk bahan bakar yang mempunyai RON/CN rendah, memiliki daya yang rendah juga. Akibatnya konsumsi BBM menjadi tinggi, dan emisi gas buang juga tinggi.
Jika dikaji lebih jauh, penggunaan BBM bersubsidi dan non subsidi selisih biayanya sangat sedikit. Namun kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan BBM bersubsidi lebih banyak. Ilustrasinya bisa dilihat dalam gambar berikut yang menggambarkan perbandingan antara RON 90 (BBM Bersubsidi) dengan RON 92 (BBM Non Subsidi).
Perbandingan RON 90 dengan Ron 92 |
Dari gambar tersebut terlihat selisih jika kita menggunakan BBM bersubsidi dan non subsidi pada kendaraan jenis motor adalah Rp. 57,- /Km. Jika dikonversikan per hari, selisih antara BBM bersubsidi dan non subsidi hanya sebesar Rp. 925,- per hari.
Tentu angka ini terlalu kecil jika dibandingkan dampak yang kita alami akibat polusi. Seperti terjadinya pemanasan global yang dapat menyebabkan banyak kerugian. Antara lain terjadinya cuaca ekstrem, flora fauna banyak yang punah, terjadinya banyak bencana banjir, gurun pasir meluas, dan lain sebagainya. Selain itu timbul juga banyak penyakit seperti ISPA, kanker, gangguan mata dan kulit, usia hidup memendek, dan masih banyak lagi.
kerugian akibat polusi (materi diskusi publik KBR) |
Selain itu, jika kita mau berhitung, besaran anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi BBM ini cukup besar, yakni sebesar 570T per tahun. Nilai tersebut setara dengan biaya untuk membuat jalan tol sepanjang 6300 km, jalan propinsi sepanjang 142.500 km, sekolah sebanyak 41.000, Rumah Sakit tipe A sebanyak 1200 unit, PLTU I00MW sebanyak 285 unit, atau BLT BBM untuk 32 KK selama 10 tahun
banyaknya anggaran pemerintah untuk subsidi BBM |
Nah, sekarang pilihan ada di tangan kita. Mau menggunakan BBM bersubsidi atau non subsidi. Kita dapat membantu mengurangi polusi dan menghemat anggaran dengan stop menggunakan BBM bersubsidi.
Biar transportasi umum dan orang-orang tidak mampu yang berhak atas BBM bersubsidi yang mengunakannya. Mari kita bantu wujudkan alam lestari dengan stop konsumsi BBM bersubsidi. Gunakan BBM non subsidi yang aman dan lebih ramah lingkungan. Demi anak cucu kita nanti.
Posting Komentar
Posting Komentar