Diskusi ruang publik KBR (sumber : Youtube KBR) |
Kusta adalah penyakit yang sudah ada sejak lama, bahkan disebut sebagai penyakit tertua. Tidak jarang penyakit ini dianggap sebagai penyakit kutukan, sehingga penderitanya dikucilkan dan mengalami stigma.
Di Indonesia sendiri ada beberapa wilayah yang angka kejadian kustanya masih tinggi. Sebenarnya secara medis penyakit ini adalah penyakit yang bisa diobati. Dan risiko terjadinya kecacatan dapat turun jika penderitanya segera ditangani.
Namun sayangnya pengobatan untuk penyakit kusta sering mengalami kendala karena penderitanya malu untuk memeriksakan diri dan cenderung tertutup. Hal ini tidak lepas karena adanya berbagai stigma yang dialami penderita kusta termasuk para OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta).
Adanya stigma ini tentu saja menyulitkan upaya penanggulangan kusta di Indonesia. Padahal program Indonesia bebas kusta sudah sejak lama dicanangkan. Dan ini tentu membutuhkan bantuan berbagai pihak untuk mewujudkannya. Terutama untuk menghilangkan stigma yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu hari Senin, 8 Mei 2023 lalu KBR Indonesia bekerja sama dengan NLR Indonesia mengadakan diskusi publik dengan tema "Kusta dalam Perspektif Agama".
Acara yang dipandu Rizal Wijaya ini disiarkan secara live di channel yuotube Berita KBR dan NLR Indonesia serta bisa didengarkan di seluruh jaringan radio KBR yang ada di Aceh hingga Papua.
Host dan para narasumber diskusi (sumber : Youtube berita KBR) |
Diskusi menarik ini menghadirkan dua orang narasumber. Yakni Bapak Muh. Iqbal Sauqi, seorang dokter umum di RSI Aisyiah Malang, sekaligus kontributor Islam.co, dan Bapak Corinus Leunufra, seorang pendeta sekaligus OYPMK.
Bagaimana pandangan kusta dalam perspektif agama? Berikut rangkumannya untuk Anda.
Kusta dalam perspektif Islam
dr. Iqbal, dokter sekaligus kontributor Islam.co |
Mengawali diskusi, dokter Iqbal menjelaskan, berdasar hadist kusta sudah ada sejak jaman sebelum Nabi Muhammad S.A.W. Dan penyakit ini merupakan penyakit yang harus diwaspadai. Bahkan ada doa khusus yang diajarkan agar terhindar dari penyakit ini.
Adapun doa agar terhindar dari kusta adalah sebagai berikut :
Doa terhindar dari kusta (sumber : NU-online) |
Dalam bahasa arab, kusta diistilahkan dengan judzam yang artinya terpotong. Hal ini mengacu pada kondisi penyakit kusta yang pada taraf lanjut penderitanya dapat mengalami mutilasi (bagian tubuh yang terpotong) sehingga berakibat kecacatan.
Selain itu kewaspadaan terhadap penyakit kusta juga ditunjukkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang berbunyi :
"Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas" (H.R Al-Bukhari).
Hal tersebut menunjukkan kusta merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena di samping menular juga dapat berdampak kecacatan fisik.
Meskipun demikian, dalam salah satu hadist diceritakan bagaimana perlakuan nabi yang tidak mengucilkan dan memberi stigma buruk kepada penderita kusta.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh At Turmudzi tersebut dinyatakan :
"Sesungguhnya Rasulullah S.A.W memegang tangan seorang penderita kusta, kemudian memasukannya bersama tangan Beliau ke dalam piring. Kemudian Beliau mengatakan: "makanlah dengan nama Allah, dengan percaya serta tawakal kepada-Nya" (HR at-Turmudzi).
Apalagi saat ini dunia medis mengalami kemajuan pesat. Kusta bukan lagi penyakit yang tidak bisa diobati. Dan penularannya pun lebih bisa diantisipasi.
Dengan adanya perkembangan tersebut hendaknya pandangan dan stigma buruk terhadap kusta di masyarakat bisa berkurang dan menghilang. Karena sesungguhnya hambatan utama dalam penanggulangan kusta adalah akibat adanya stigma.
Kusta Dalam Perspektif Nasrani
Mengawali paparannya, narasumber kedua yakni Bapak Corinus Leunufra - seorang pendeta sekaligus OYPMK - menceritakan pengalamannya saat pertama kali memperoleh diagnosa kusta.
Bapak Pdt. Corinus Leunufra (sumber : Youtube Berita KBR) |
Beliau mengisahkan pertama kali didiagnosa kusta pada bulan Juli 2016. Pada saat itu gejala yang dirasakan adalah mati rasa di bagian kaki. Kemudian setelah diperiksa di Puskesmas dinyatakan menderita kusta.
Selanjutnya beliau harus menjalani pengobatan tanpa putus selama 1 tahun, dan dinyatakan sebagai Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) pada bulan Mei 2017.
Pada saat didiagnosa kusta, hal pertama yang dikhawatirkan oleh Bapak Pdt. Corinus bukan penyakitnya. Melainkan stigma yang bakal diterimanya. Kemudian beliau mencoba menerima semuanya dan menganggapnya sebagai teguran agar lebih peduli dengan para penderita kusta.
Menurut penjelasan Bapak Corinus, dalam perspektif agama nasrani, penyakit kusta juga dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Di mana ada sekitar 28 kali penyebutan tentang penyakit kusta dalam kitab perjanjian lama maupun perjanjian baru. Dan jumlah tersebut termasuk banyak.
Sementara mengenai perlakuan terhadap penderita kusta, dalam perjanjian baru diceritakan bagaimana Yesus menjamah orang yang terkena kusta dan menyembuhkannya.
Dari kisah ini kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus mengajarkan untuk tetap berbuat baik kepada sesama termasuk kepada mereka yang sedang menderita kusta.
Kesimpulan
Dari uraian yang disampaikan oleh kedua narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa berlaku buruk kepada penderita kusta termasuk memberikan stigma bukan hal yang diajarkan oleh agama.
Bersikap waspada dan selalu berusaha agar terhindar dari peyakit kusta wajib dilakukan.
Misalnya dengan berdoa, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencukupi tubuh dengan asupan gizi yang memadai, serta mencari informasi yang benar tentang kusta.
Namun mengucilkan dan memperlakukan penderita kusta bahkan orang yang sudah sembuh dari kusta (OYPMK) dengan buruk bukanlah cara yang baik dan bijaksana.
Justru kita harus mendorong mereka untuk segera berobat dan sembuh dari penyakitnya. Karena semakin cepat ditangani, risiko kecacatan dan juga penularan akan dapat diminimalisir.
Yuk bersama kita perangi kusta dengan menghilangkan stigma, menuju Indonesia bebas kusta.
Posting Komentar
Posting Komentar